Jumat, 11 November 2011

The Doll Girl


 “kenapa Raka? Kenapa? Aku masih sayang sama kamu. Aku nggak bisa putus dari kamu…” sedikit demi sedikit butiran hangat keluar dari mata Amanda. Dia berusaha keras untuk membuat Raka menarik kembali ucapannya. Tapi keputusan Raka sudah bulat. Pikirnya, putus adalah jalan terbaik yang harus mereka tempuh. Tak ada yang perlu dipertahankan dari kisah mereka. Amanda sendirilah yang membuat Raka mengambil keputusan ini. Selama mereka menjalin suatu ikatan, Raka tak pernah bahagia. Dia mungkin memang beruntung mendapatkan Amanda, cewek terpopuler di sekolah. Cantik, pintar, kaya, terkenal, itulah Amanda. cewek incaran para cowok. Namun Raka  sedikitpun tidak merasa bangga dan senang. Sifat Amanda yang manja, egois, dan possesive membuat Raka merasa tak nyaman berada di dekatnya.
“apa karena aku sudah nggak cantik lagi?” Raka menggeleng.
“jadi kenapa Ka?” Raka masih tetap dalam diamnya.
“atau karena ada cewek lain selain aku. Yang lebih cantik, yang lebih kaya, iya?!” mata Amanda menatap Raka, meminta penjelasan. Raka tersentak mendengar pernyataan Amanda. “oh.. jadi benar? Kamu putusin aku karena ada cewek lain?” Raka bertambah marah. Begitulah Amanda, selalu menarik kesimpulan tanpa mau tahu apa masalahnya. Dia tak pernah sadar betapa setianya Raka selama ini. Sedikitpun Raka tak pernah berpaling dari Amanda meskipun dia sendiri tak suka dengannya. Tapi sekarang, dengan mudahnya kata-kata itu keluar dari mulut manis Amanda, Raka muak.
“ya, Amanda. Ada cewek lain yang ada di hatiku saat ini. Yang lebih cantik, yang lebih kaya, yang lebih baik dari kamu!” kemarahan yang selama ini Raka pendam, dia keluarkan seluruhnya, dari dalam hatinya. Dan setelah itu tanpa berkata-kata lagi Raka meninggalkan Amanda dalam tangisnya. Amanda menggeleng tak terima dengan semua ini. Ada rasa yang timbul dalam hati Raka. Seakan terbebas dari jeruji besi yang selama ini membelenggunya dalam ketidakberdayaan. Seakan terlepas dari beribu-ribu ton beban yang melilitnya. Bebas, itulah yang dirasakannya.
                                                                                         ***
Seorang gadis berwajah bersih dan polos sedang menjadi mainan para cowok-cowok nakal yang tak punya perasaan, mereka siswa tetapi kelakuannya kayak preman, tak berpendidikan. Mereka memperlakukan gadis itu seolah-olah sebuah boneka yang lucu dan boneka itu sedikitpun tak berdaya untuk melawannya, membiarkan dirinya di injak-injak, di ping-pong kesana kemari, tampak sepasang mata menyaksikan perbuatan para preman-preman kacangan itu. Timbul rasa benci dan tidak terima dengan semua yang mereka lakukan. Tapi seakan angin yang berhembus, dia kemudian tak memperduliknnya. Dia pun beranjak pergi dari sana. Selang beberapa menit kemudian, datang seorang gadis. Dari kejauhan dan tampak sangat marah.
“WOI!!! Berhenti nggak?!!” gadis yang datang tadi meraih tangan gadis boneka itu.
“sekali lagi aku lihat kalian macam-macam sama Aya, kalian akan tahu akibatnya!” gadis itu mengepalkan tangannya ke preman-preman kacangan itu, megancam.
“ayo Aya kita ke kelas” ucap gadis itu, dan membawanya menuju kelas. Sepanjang perjalanan menuju kelas, Dara, gadis itu, memarahi Aya, memberi tahunya agar melawan kalau diperlakukan seperti tadi. Aya hanya tersenyum, dia merasa sungguh beruntung mendapat seorang sahabat yang baik, pengertian, sayang, dan selalu ada untuknya.

                                                                                     ***
Saat bel panjang berbunyi, semua siswa serentak menyerbu pintu gerbang sekolah yang terbuka lebar menyambut mereka. Setiap hari Aya dan Dara selalu pulang bersama tapi kali ini Dara sedang ada urusan dan dia buru-buru pulang. Aya sedang berjalan sendirian di koridor sekolah, saat tangan Aya di tarik seseorang masuk ke dalam salah satu ruangan.
Sambil memejamkan matanya Aya menjerit berharap seseorang mendengarnya tapi itu hanya sia-sia karena saat itu sekolah sudah sepi. Saat membuka mata, Aya mendapati preman-preman kacangan yang selalu mengganggunya berdiri sambil tersenyum licik, mereka semua tertawa, merendahkan, merasa menang. Salah seorang dari mereka mengulurkan tangannya, ingin menjambak rambut Aya. Aya memejamkan matanya erat. Pasrah. Tapi tiba-tiba seseorang menahan tangan preman sekolah yang akan menjambak Aya dan, BUUGH. Sebuah tinju mendarat tepat di wajah sang preman. Dia merintih kesakitan. Satu persatu preman-preman yang lainnya bergerak dan dengan tangguh orang itu melawan mereka hingga mereka lari terbirit-birit. Sejak tadi Aya menyaksikan semuanya. Aya terkejut saat melihat orang yang menolongnya. “Raka…?” Raka si kapten basket itu? Raka yang jadi incaran cewek sekolahan? Raka yang pacarnya Amanda? Dan Raka yang… keren itu? Batin Aya. Dia tak menyangka orang yang saat ini menolongnya adalah Raka. Setelah semua preman-preman kacangan itu pergi, Raka menghampiri Aya yang saat itu sedang menyudut ketakutan sambil memeluk kedua kakinya.
“kamu nggak apa-apa?” DEGH. Jantung Aya berdegup. Aya hanya bisa menggeleng. Raka langsung menarik tangan Aya dan membawanya pergi dari ruangan itu. Raka memutuskan untuk mengantar Aya pulang. Mereka berjalan berdampingan. Sepanjang perjalanan, mereka hanya diam tak sepatah katapun keluar dari mulut mereka. Raka merasa risih dengan keadaan yang seperti ini. Jadi dia mencoba membuka perakapan, sekaligus ingin menghilangkan rasa penasarannya selama ini.
“ kenapa sih, kamu diam aja kalau diperlakuin kayak tadi?” Aya menatap Raka, kemudian menjawab.
“ yang lemah memang selalu kalah oleh yang kuat,” Raka tidak terima dengan pernyataan Aya barusan.
“ terkadang orang yang lemah sebenarnya lebih kuat dari orang kuat itu sendiri. Kalah selamanya tidak untuk yang lemah”  Raka menatap balik Aya.
“ kamu nggak mengerti” Aya membalas tatapan Raka.
“ Aku tidak akan pernah bisa melawan” kata-kata itu tegas namun menyiratkan kepedihan.
“ kenapa tidak bisa?”
“ aku akan pulang sendiri…” kejar Aya yang tidak mau meneruskan percakapan ini. Kemudian dia menyunggingkan senyum manisnya.
“terima kasih telah menolongku” Raka terpaku, dia baru sadar kalau ternyata Aya adalah gadis yang manis. Seperti boneka. Aya langsung meninggalkan Raka yang masih terpaku mengagumi dirinya.
                                                                                                ***
Suasana yang tenang membuat siapa saja merasa nyaman. Aya sedang menikmati ketenangan di perpustakaan sekolah sambil membaca buku. Raka yang saat itu juga sedang berada di perpustakaan mendapati Aya sedang duduk sendirian. Dia memutuskan untuk menghampirinya sekedar untuk menyapa gadis manis itu.
“hei…” sapa Raka sembari duduk disamping Aya.
“eh, Raka…” Aya terkejut tapi tetap tersenyum manis. Merekapun mengobrol dan bercanda. Namun tanpa mereka sadari, dari balik rak buku, sepasang mata sedang mengamati mereka nanar. Benci melihat kedekatan mereka.
“ooh.. jadi, itu cewek yang membuat Raka berpaling dariku?’ ucap Amanda pelan. Amarah telah mengepung hatinya, membentuk segumpal benci.

Keesokan harinya…
Aya sedang berjalan sendirian di koridor sekolah menuju perpustakaan. Saat melewati koridor yang sepi, Aya tiba-tiba dihadang oleh Amanda dan temannya, Sherly. Tanpa berkata apapun, mereka langsung menarik tangan Aya dan memasukkannya ke dalam gudang.
“ngapain kamu dekat-dekat sama Raka, Huh?!” bentak Amanda. “Gara-gara kamu, Raka mutusin aku!! Jadi, Rasain nih! Selamat berpesta… Bareng tikus-tikus dan kecoa!” ucap Amanda. Aya berusaha mejelaskan semuanya, sepertinya Amanda salah paham dengan kedekatannya dengan Raka. Tapi Amanda sama sekali tidak mau mendengarkan penjelasan Aya. Amanda dan Sherly kemudian meninggalkan Aya di dalam gudang dan menguncinya. Di balik pintu itu mereka tersenyum menang. Kemudian beranjak dari sana.
“Amanda!! Please, jangan lakuin ini!!” teriak Aya dari dalam gudang sambil berusaha membuka pintu.
“Amanda!!” Aya terus saja berusaha untuk membuka pintu gudang itu, menggedor-gedornya, berteriak minta tolong, namun semua itu hanya sia-sia karena koridor itu jarang dilalui orang. Gudang itu juga tidak mempunyai cela sedikitpun yang memungkinkan Aya untuk keluar dari situ. Akhirnya Aya putus asa, dia hanya bisa pasrah, hanya bisa berharap seseorang datang menyelamatkannya. Aya terus menunggu. Hingga bel pulangpun berbunyi.
“Aya nggak datang ya?” Raka bertanya ke salah satu teman sekelas Aya, ketika dia tidak menemukannya. Raka berniat mengajaknya pulang bareng.
“tadi sih ada, tapi setelah jam istirahat selesai, dia nggak masuk pelajaran sampai sekarang..” Raka mengerutkan keningnya mendengar jawaban anak itu, dia mulai khawatir. Raka pikir, Aya mungkin dicegat lagi oleh preman-premn kacangan sekolah yang selalu mengganggunya. Raka langsung menuju ke ruangan tempat Aya dulu diganggu oleh preman-preman itu, namun Raka tak menemukan Aya di situ. Rakapun mencari Aya ke seluruh bagian sekolah, namun dia tetap tak menemukannya.
“Aya!! “ Raka berharap Aya bisa mendengarnya. Setelah menyusuri sekolah, Raka melewati koridor tempat Aya dihadang tadi.
“Aya ! kamu dimana?!” Aya yang sedang duduk menyudut, mengangkat wajahnya.
“Raka..?” batinnya. Dia berdiri dan menggedor-gedor pintu agar Raka bisa mendengarnya.
“Raka!! Raka! Aku disini!” Raka yang saat itu akan berbelok, mendengar teriakan itu, dia kemudian mencari asal teriakan itu. Saat menemukannya,
“Aya, mundur! Aku akan mendobrak pintu ini” Aya menurut dan Raka mulai berusaha mendobrak pintu itu. BHRAAGK. Pintu itu terhempas sangat kuat.
“Aya…” ucap Raka lirih dan tersenyum saat melihat Aya ada di hadapannya. Aya berdiri lemas, lelah dengan semua kejadian yang menimpanya.
Bendungan air matanya hampir tumpah saat Raka memeluknya erat. Namun Aya langsung menghempaskan tubuh Raka.
“kenapa kamu lakukan semua ini?” dada Aya sesak menahan marah.
“lakuin apa?” Raka tidak mengerti dengan perkataan Aya.
“kenapa kamu lakukan semua ini padaku?” suaranya berat karena menahan tangis.
“selama ini aku sudah banyak masalah, jadi please…. Jangan menambah masalahku lagi…” pintanya lirih.
“hei… aku tuh…” Raka mencoba menjelaskan namun Aya memotong perkataannya.
“mulai saat ini, tolong jangan dekati aku lagi” setelah itu Aya langsung pergi dari gudang itu. Namun saat melangkah keluar, kepalanya mendadak pusing. Raka langsung memapahnya.
“kamu nggak apa-apa?” Aya menggeleng akan tetapi perlahan penglihatannya memudar dan akhirnya semua menjadi gelap.
                                                                                                  ***
Semenjak saat itu, Aya pun mulai menjauhi Raka. Saat berpapasan, Aya sama sekali tak memperdulikan Raka, seolah-olah mereka tidak saling kenal. Raka sungguh tak menyukai keadaan yang seperti ini. Apalagi rasa sayang untuk Aya mulai tumbuh di hati Raka. Aya terus merasuki pikiran dan hati Raka. Jadi Raka mencoba untuk merubah keadaan. Saat jam istirahat berlangsung, Raka menghampiri Aya ke kelasnya, Raka menarik tangan Aya yang saat itu sedang duduk sambil bercanda bersama Dara. Raka membawanya menuju kantin tempat Amanda berada, Raka ingin meluruskan semuanya. Dan saat tepat dihadapan Amanda, Raka merangkul Aya.
“ sekarang, Aya adalah pacarku” Aya terkejut mendengarnya, dia menatap Raka, meminta penjelasan. Tapi Raka melanjutkan kata-katanya lagi.
“jadi, jangan coba macam-macam sama dia. Dan Amanda, setahuku kita sudah putus jadi jangan ganggu aku dan Aya lagi.” Amanda melotot kemudian menggeleng tidak terima dengan semua ini lalu pergi dari situ. Saat Amanda sudah tidak kelihatan, Aya langsung melepaskan rangkulan Raka.
“kata siapa kita pacaran?” Aya langsung meninggalkan Raka dengan rasa kesal. Raka sontak mengejarnya, mencoba untuk menjelaskan ucapannya tadi. Tapi Aya terus berjalan dan tidak mau mendengarkan Raka. Akhirnya, Raka meraih tangan Aya.
“hei… dengar aku dulu…” Aya tidak bisa mengelak lagi jadi dia terpaksa mendengarkan. Raka kemudian meraih kedua tangan Aya. Menggenggamnya erat. DEGH.
“Aya…” Raka menyebutnya dengan segenap hatinya.
“awal aku melihatmu… waktu kamu sedang digangguin sama preman-preman sekolah, entah mengapa sejak saat itu muncul dalam hatiku rasa ingin melindungimu. Dan saat mulai dekat denganmu, mengenalmu lebih jauh, rasa ingin melindungi itu berubah jadi rasa sayang…” Raka memberi jeda perkataannya, mengumpulkan semua keberaniannya dan menumpahkan semua isi hatinya.
“ Aya… mau ‘kan jadi pacarku? ” Aya tak mampu berkata-kata. Dia shock, kaget, menurutnya semua ini terlalu mendadak. Tapi setelah semua yang Raka lakukan untuk Aya, dia tak bisa memungkiri kalau dia juga memiliki perasaan yang sama dengan Raka. Aya memutuskan untuk tidak langsung menerima Raka, dia ingin Raka memberikan bukti bahwa Raka benar-benar sayang sama dia. Walaupun sudah cukup dengan semua yang telah Raka lakukan selama ini membuktikan rasa sayang itu.
“aku ingin bukti…” ucap Aya akhirnya.
“bukti apa?”
“yaa… bukti kalau kamu betul-betul sayang sama aku, kalau kamu bisa membuktikannya, aku akan mempertimbangkannya…”
“apapun akan aku lakukan untuk bisa membuktikan itu Aya…”
“Mm.. kita liat aja…” Aya perlahan melepas genggaman Raka kemudian kembali ke kelas, meninggalkan Raka dengan perasaan bagai bunga yang sedang mekar berseri. Tiba-tiba Raka berteriak, membuat Aya menghentikan langkahnya.
“Doll Girl!!” Aya berbalik mendengar itu. Raka tersenyum kemudian kembali berteriak.
“ I Love u!!! “ senyum manispun mengembang di wajah polos milik Aya .


                                                                                                …END…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar