Setiap manusia mempunyai suatu sudut ruang di dalam
dirinya. Ruang yang hanya Tuhan dan diri sendiri yang mampu meniliknya. Sedih,
bahagia, gelisah, putus asa, hampa. Segala macam perasaan, bersumber dan
bermuara disitu. Ruang itu bisa begitu rapuh bisa pula begitu kuat. Rindu yang
besar bisa memenuhinya hingga terasa sesak. Dan saat patah, ruang ini yang akan
tertikam. Suatu ruang yang begitu absurd karena
bahkan sang pemilik bisa kewalahan dibuatnya. Seperti diriku. Sulit mengartikannya.
Karena suatu ‘rasa’ hinggap di ruang milikku. Dan kamu yang memberinya. Rasa
yang tidak asing lagi sebenarnya. Maka dari itu, aku tahu benar aku memang
benar. Aku bahagia akan rasamu tapi tetap tak bisa memenuhinya.
Aku menyayanginya. Dia yang
dari masalaluku namun masih betah bersarang di bilik hati. Terjebak nostalgia,
kata Raisa.
Tapi rasaku tak pernah salah.
Aku menyukaimu. Seperti aku menyukai dirinya dulu.
Menyukai dia untuk pertama kalinya.
Rasaku tak pernah salah. Karena sudah terlampau
sering, bahkan sudah bosan, aku bertanya pada ruang dalam diriku ini. Aku
menyayanginya pun menyukaimu.
Aku tahu pasti bahwa ‘menyesal’ akan menghampiriku
suatu saat nanti. Tapi ini keputusanku. Dan pilihanku adalah “sendiri”. Meski
rasaku tak pernah salah.
Nurul.